SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN MANAJEMEN SEBAGAI DISIPLIN ILMU

SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN MANAJEMEN SEBAGAI DISIPLIN ILMU 
Disadari atau tidak manajemen telah hadir dalam kehidupan manusia sejak tumbuhnya kebutuhan untuk ’bekerjasama’ mencapai tujuan. Apapun dasar dari ‘kerjasama’ tersebut, namun sejarah membuktikan bahwa manajer sudah hadir sejak manusia memutuskan untuk memposisikan sebagian dari yang lain sebagai ‘bawahan’nya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Rekam jejak sejarah kuno bangsa Roma dan Mesir misalnya, menunjukkan adanya pengorganisasian dalam pembangunan kuil atau istana yang dilakukan oleh penguasa pada para budaknya. peninggalan fisik tersebut menggambarkan adanya aktifitas yang teratur dan bertahap di masa lalu yang saat ini dinamakan manajemen. 

Sekalipun praktek manajemen sudah dilakukan sangat lama, namun sebagai kajian ilmiah yang terus dikembangkan baru dimulai pada abad ke 20 atau pada tahun 1950-an. Pada tahun 1776 Adam Smith menerbitkan suatu doktrik ekonomi klasik yang memperkenalkan ide pembagian kerja agar menjadi lebih rinci dan berulang. Pada abad-18 itu pula terjadi Revolusi Industri yang bermula dari Inggris sampai ke Amerika. Revolusi Industri bertujuan agar dapat menekan ongkos produksi seefisien mungkin dan dengan hasil produksi yang jauh lebih banyak (mass production) dengan menggantikan tenaga manusia dengan tenaga mesin (advance of machine power), yang ditunjang pula dengan sistem transportasi yang efisien (efficient transportation). Revolusi Industri serta teori ekonomi klasik Adam Smith telah memberi dasar pada aplikasi manajemen, kendati dari segi keilmuan belum berkembang. 

Teori Manajemen baru tumbuh pada awal abad 19 yang dipelopori oleh Robert Owen dan Charles Babbage, dan Henry P. Towne dengan munculnya teori manajemen yang membahas beberapa hal yang kini dikenal sebagai bagian dari manajemen modern Dalam teorinya Robert Owen menekankan perlunya sumber daya manusia (SDM) dan kesejahteraan pekerja dalam sebuah organisasi. Menurutnya dengan memperbaiki kondisi pekerja, tidak hanya memperbaiki kualitas hidup mereka sebagai pekerja tapi dapat meningkatkan 50-100% produktivitas organisasi (Bartol 1996). Sedangkan Charles Babbage (1792-1871) menekankan pentingnya efisiensi dalam kegiatan Produksi, khususnya dalam penggunaan fasilitas dan material produksi. Sementara itu Towne menekankan pada pentingnya manajemen sebagai ilmu dan pentingnya mengembangkan prinsip-prinsip manajemen. 

Pada masa-masa selanjutnya kajian atas manajemen sebagai ilmu mulai berkembang dengan berbagai teori dan pendekatan. Perkembangan Teori Manajemen sampai saat ini tampak pada gambar di atas. 

ALIRAN KLASIK
Aliran Klasik dicirikan oleh upaya para perintisnya untuk mengidentifikasikan fungsi-fungsi manajemen yang bersifat universal serta untuk menetapkan prinsip-prinsip dasar manajemen. Henry Fayol merupakan salah seorang pionirnya di Prancis pada tahun 1900 dan dikenal meluas setelah tulisannya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1949. Fayol mengidentifikasikan 5 fungsi universal dalam manajemen, yakni : Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controling. 

Tokoh-tokoh lain juga mengidentifikasikan proses manajemen yang nyaris serupa dengan ide Fayol namun dengan istilah yang berbeda, misalnya Luther Gulick pada tahun 1937 dengan POSDCORBnya (singkatan dari Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinanting, Reporting dan Budgeting). Dari berbagai buku manajemen lain, niscaya juga akan kita temui hal yang serupa.

Selain proses dan fungsi manajemen, tokoh-tokoh aliran klasik juga menghasilkan prinsip-prinsip manajemen, misalnya Lyndall Urwick pada tahun 1943 dalam bukunya Elements of Administration mengemukakan ada duapuluh empat (24) prinsip-prinsip administrasi dan manajemen yang berlaku universal. Beberapa diantaranya adalah prinsip-prinsip : Kesatuan Perintah, Batas rentang Kendali; Kesatuan Arah, Pembagian Kerja; Pembagian Fungsi; Pendelegasian wewenang; keseimbangan tanggung-jaawab dan wewenang; dll. Sekalipun kemudian baik fungsi maupun prinsip-prinsip manajemen ini tidak terbukti berlaku universal, namun cukup memberikan kerangka teoritik yang bermanfaat dalam mempelajari manajemen dalam sudut pandang apapun. Yang termasuk dalam kelompok Aliran Klasik ini adalah:
  • Pendekatan Scientifiec Management yang dipelopori oleh Frederick W. Taylor pada tahun 1911 dalam bukunya yang fenomenal The Principles of Scientifiec management yang mengemukakan teknik-teknik dalam studi tentang gerak dan waktu; standarisasi; penyusunan sasaran, dll yang secara dramatis meningkatkan produktifitas dan efisiensi industri kala itu. Selain Taylor, tokoh lain adalah Frank Gilbreth & Lillian Gilbreth (suami sitri yang meneliti tentang gerakan tubuh dalam bekerja. Mereka menemukan bahwa agar tercapai efisiensi dan produktifitas yang tinggi, maka ada gerakan-gerakan tertentu yang perlu dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan saat melakukan pekerjaan tertentu) dan Henry L Gantt (dengan Bagan Gantt yang samapai saat ini masih digunakan dalam bagan perencanaan dan pengendalian produksi).
  • Pendekatan Manajemen Administrasi. Tokoh utamanya adalah Henry Fayol dan Alfred F. Sloan, Max Weber. yang dari karya mereka diperoleh dasar-dasar penyusunan organisasi profit dan organisasi non profit (Birokrasi). Henry Fayol berdasarkan pengalamannya mengelola industri pertambangan di Perancis, mengemukakan 14 Prinsip-prinsip Manajemen yang sampai saat ini masih dianggap relevan (walau tidak bersifat universal). Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah : 
  1. Pembagian Kerja
  2. Wewenang dan Tanggung-jawab
  3. Disiplin
  4. Kesatuan Komando
  5. Kesatuan Arah
  6. Mengutamakan kepentingan organisasi dibanding kepentingan kelompok/pribadi
  7. Upah dan gaji berdasarkan prinsip yang adil dan disepakati oleh pekerja dan pemberi kerja, dlsb.
  • Birokrasi oleh Max Weber pada akhir tahun 1800an mengemukakan perlunya sebuah organisasi yang bersifat formal, impersonal dan yang dilandasai aturan main yang jelas; yang kemudain menjadi dasar organisasi birokrasi. Dasar-dasar ini yang kemukakan sebagai berikut : 
  1. A Well-defined Hirarchie : Adanya Susunan Hirarchie yang jelas
  2. Division of work and Specialization ;Adanya Pembagian kerja yang Jelas dan spesialisasi
  3. Rules and Regulations :Adanya aturan dan hukum yang jelas
  4. Impersonal-Relationship Hubungan yang impersonal antara pimpinan dengan bawahan
  5. Competence :Kompetensi merupakan dasar memilih karyawan
  6. Records : Adanya catatan tentang aktifitas organisasi yang dipelihara
Meski sama-sama dikatagorikan dalam aliran klasik, yang membedakan antara aliran Admininstrative Management dengan Scientific Management adalah lokusnya : Pendekatan Administrative Management fokus pada manajemen organisasional secara utuh, sementara pendekatan Scientifiec management fokusnya pada metoda operasionalisasi organisasi, utamanya bagian produksi.

Mary Parker Follett memiliki pemikiran yang berbeda dengan orang yang semasanya. Follett menyatakan bahwa karyawan seharusnya dilibatkan dalam pengambilan keputusan, bukan dianggap seperti robot; bahwa karyawan sebagai manusia adalah unsur yang lebih penting dari pada segala teknik manajemen yang bertumpu pada sektor produksi. Kendati pada masanya pemikiran Follet tidak digubris, namun dikemudian hari ketika sejarah berputar, ia dianggap sebagai salah satu pendorong tumbuhnya aliran perilaku.

ALIRAN PERILAKU 
Perkembangan pemikiran aliran perilaku terutama didorong oleg 3 sebab : 
  • Memudarnya masa keemasan revolusi industri dengan produksi massalnya yang kemudian menyebabkan perekonomian mengalami Depresi Besar; 
  • Pembentukan organisasi Serikat Buruh yang kemudian diakui haknya oleh Konstitusi AS;
  • Studi Hawthorne oleh Elton Mayo dan kawan-kawan.
Sejarah terus bergulir, jika masa keemasan produksi massal menjadi pendorong tumbuhnya studi awal Manajemen sampai tahap ditemukannya aplikasi manajemen secara ilmiah, maka masa keruntuhan industri massal juga menjadi penyebab ditinggalkannya pendekatan tersebut (yang kemudian disebut sebagai aliran klasik). Seperti layaknya siklus kehidupan, produksi massal yang berlimpah akhirnya tak lagi mampu diserap oleh konsumen, padahal investasi yang sangat besar sudah terlanjur ditanamkan pada sektor industri, mengawali masa Depresi Besar yang melanda negara-negara industri pada tahun 1929. Banyak industri yang gulung tikar dan terpaksa melakukan PHK buruh secara besar-besaran karena stok barang yang menumpuk tak terbeli akibat suksesnya revolusi industri.

Masa depressi besar tersebut diikuti oleh pembentukan berbagai organisasi buruh yang merasa hak-haknya terancam. Negara (AS) kemudian memberikan pengakuan atas hak mereka untuk membentuk serikat pekerja pada tahun 1935. Kondisi inilah yang akhirnya memunculkan kebutuhan adanya bagian Kepegawaian atau Human Relation dalam manajemen (yang sebelumnya umumnya hanya ada 3 bagian utama dalam struktur keorganisasian : Keuangan; Produksi dan Pemasaran) untuk menjembatani benturan kepentingan antara perusahaan dan karyawan. 

Selain Depresi Besar dan tumbuhnya Serikat Buruh, hal lain yang mendorong munculnya aliran Behavioralist adalah studi yang dilakukan oleh Hawthorne (dengan tokohnya Elton Mayo). Melalui studi awalnya di Philadelphia, Mayo meneliti penyebab tingginya angka absen para pekerja pada sebuah pabrik tekstil. Dari berbagai wawancara dan konsultasi, Mayo kemudian, menyimpulkan bahwa banyak segi kemanusian dalam kerja yang perlu mendapatkan perhatian. Mayo kemudian mendedikasikan tahun-tahun kerja ilmiahnya untuk meneliti hal tersebut, khususnya di Hawthorne, sebuah pabrik elektronik di luar Chicago. 

Dari berbagai eksperimen yang dilakukan untuk mengetahui kondisi-kondisi apa yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang dapat bekerja maksimal, diperoleh dasar-dasar analisis sistematis bagaimana manusia berperilaku dalam organisasi. Pendekatan Human Relation muncul dalam situasi ini. Pendekatan ini memandang perlunya memperlakukan karyawan secara manusiawi, bukan sekedar alat produksi dari industrialisasi, bahwa sebagai manusia, karyawan juga butuh didengar keluhannya, dipahami kebutuhannya dan dihargai pendapatnya dalam keputusan-keputusan perusahaan. Jika pendekatan atau gerakan Human Relation hanya menyoroti bagian kecil dari segi manusia dalam situasi kerja tertentu, maka pendekatan Perilaku Organisasi yang tumbuh kemudian, menyoroti segi-segi yang lebih luas dari perilaku manusia di dalam organisasi.

Awalnya pendekatan Perilaku Organisasi menggunakan teori kognitif dan teori perilaku manusia dari disiplin ilmu Psikologi sebagai dasar meneliti perilaku organisasi yang kemudian disempurnakan dengan teori Pembelajaran Sosial. Pendekatan Kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia bergerak dalam pola Stimulus - Response (sebab-Akibat0. Sebaliknya, Pendekatan Perilaku menyatakan bahwa tindakan manusia mengikuti pola Respons-Stimulus (R-S). Sedang pendekatan Pembelajaran Sosial menyatakan bahwa manusia, lingkungan dan perilaku itu sendiri saling berinteraksi. 

Pendekatan-pendekatan tersebut secara terpisah hanya mampu menjelaskan mengapa seseorang berperilaku tertentu, atau meramalkan bagaimana seseorang akan berperilaku dalam situasi tertentu, namun hanya setelah menggabungkan ketiga pendekatanlah dapat diperoleh pemahaman, peramalan dan cara mengontrol perilaku manusia dalam organisasi. Pendekatan ini disebut Behavioral Scientifiec, yang bukan saja menggabungkan teori dan pendekatan-pendekatan dari ilmu Psikologi, tapi juga dari Antropologi (khususnya Antropologi Budaya) dan Sosiologi ke dalam Teori Organisasi. Kendati demikian, sampai saat inipun kita tidak dapat memastikan bagaimana manusia akan berperilaku karena perilaku seseorang sangat ditentukan oleh pikiran dan perasaannya sendiri.

ALIRAN KUANTITATIF
Pendekatan Kuantitatif seringkali dirujuk sebagai manajemen ilmiah, meski dalam aliran ini kita masih biisa mengenali 3 fokus yang berbeda. 1) Management Science. 2) Operation Research, dan 3) Manajemen information System (MIS). Fokus utamanya pada proses-proses dalam manajemen yang menggunakan teknik-teknik matematika dan statistik. 

Operation Research (OR) adalah contoh terbaik dari pendekatan ini. Kendati praktek kuantitatif sudah dimulai pada masa Henry Fayol dengan aliran Manajemen Ilmiah, namun lingkup aplikasi aliran kuantitatif dalam manajemen jauh lebih terbatas, misalnya dalam urusan persedian barang, alokasi sumberdaya, kecepatan pelayanan dalam suatu antrian, dll. Pendekatan Kuantitatif sampai saat ini masih sering dimanfaatkan dalam pembuatan keputusan manajerial. Perhitungan-perhitungan matematis mengenai probabilitas, sangat membantu manajer dalam memilih alternatif yang terbaik, sekalipun keputusan akhir yang diambil tetap berdasarkan keyakinan sang manajer.

PENDEKATAN SISTEM
Pendekatan sistem yang meminjam analogi dari ilmu alam dan fisika, bahwa memandang bahwa segala sesuatu di alam semesta ini sesungguhnya saling berhubungan saling bergantung, sebenarnya telah diterapkan secara tidak langsung oleh FW. Taylor dalam analisanya tentang interaksi manusia dan mesin. Asumsi dasarnya adalah sangat sederhana dan juga sangat benar bahwa karena saling berhubungan dan saling bergantung, maka pada saat 2 hal berinteraksi maka akan menghasilkan suatu bentuk yang baru. Dengan asumsinya inilah maka nyaris semua hal dan semua kejadiaan di alam ini dapat diterangkan dengan menggunakan analogi sistemik. 

Sebagai cara untuk memahami manajemen, Pendekatan Sistem dapat dilakukan secara menyeluruh, secara spesifik, dengan analisis sistem tertutup maupun terbuka. Sebagai pendekatan yang bersifat menyeluruh, proses manajemen dipandang sebagai bagian dari organisasi formal lengkap dengan filosofinya, teknik-tekniknya, dan sosiopsikologinya yang saling berkaitan dan saling berhubungan, yang pada akhirnya menghasilkan praktek-praktek manajemen yang khas. Sebagai pendekatan yang bersifat spesifik, pendekatan sistem dapat dilakukan untuk mengkaji struktur organisasi, desain pekerjaan, mekanisme perencanaan dan pengendalian, computerized informations, akunting perusahaan, dll. Oleh karenanya sampai saat inipun kemampuan sebagai analisis sistem masih sangat diperlukan.

Analisis sistem dapat dilakukan secara tertutup ataupun terbuka. Sebagai suatu sistem tertutup, tidak ada faktor eksternal yang dipertimbangkan ke dalam analisa, sehingga relatif lebih mudah karena yang diperlukan hanyalah asumsi yang benar dan akal sehat. Misalkan kita menganalisis sebuah organisasi, maka yang kita analisis adalah bagaimana interaksi dari unsur-unsur internal organisasi dalam mengolah inputnya menjadi keluaran (pencapaian tujuan). Aliran manajemen klasik hanya menggunakan analisis sistem tertutup untuk mengkaji bagaimana proses manajemen berlangsung dalam suatu organisasi, misalnya bagaimana prinsip-prinsip organisasi diterapkan, apakah ada keseimbangan antara wewenang dan tanggungjawab, apakah antara tugas dengan jumlah dan kualitas tenaga kerja sudah sesuai, dlsb. 

Analisis sistem terbuka jauh lebih rumit karena melibatkan interaksi dengan lingkungan, sehingga seorang analis sistem harus benar-benar menelaah : apa saja yang menjadi lingkungan dari organisasi ybs, bagian apa (misalnya Aliran behavior) yang berpengaruh langsung ataupun tak langsung pada operasi dan keluaran organisasi, bahkan bagaimana bentuk pengaruh tersebut. Daniel Katz dan Robert l. Kahn yang merupakan tokoh dari pendekatan ini menyatakan dalam bukunya The social Psychology of Organizations (1978) bahwa semua sistem terbuka minimal memiliki karakteristik (sebenarnya ada 10 karekateristik, tapi di buku ini dikutip 4 yang paling pokok saja) sbb:
  1. Adanya input dari lingkungan
  2. adanya throughput atau proses konversi yang mengolah input menjadi bentuk output
  3. adanya output yang akan kembali pada lingkungan
  4. adanya feedback dari lingkungan

PENDEKATAN KONTIJENSI
Kendati telah begitu banyak ahli yang meneliti tentang manajemen dan menawarkan teori-teori yang dapat diterapkan oleh para manajer, namun pada kenyataannya pendekatan-pendekatan tersebut tidak selalu applicable. Manajemen tidak hanya berhubungan dengan metode atau teknik-teknik (knowhow) - yang banyak kita jumpai pada teori-teori aliran manajemen klasik, aliran manajemen kuantitatif ataupun teori sistem, bahkan lebih sering berhubungan dengan manusia yang menjalankan metode atau teknik-teknik tersebut (Aliran behavior). Di sisi lain juga tidak ada teori tentang perilaku manusia yang benar-benar bersifat universal. 

Pendekatan Kontijensi merupakan pendekatan berusaha menjembatani benturan antara teori dan praktek manajemen tersebut dengan secara serius memperhatikan pengaruh variabel-variabel lingkungan terhadap organisasi dan proses-proses manajemen. Secara mudah pendekatan kontijensi ini dapat disebut sebagai pendekatan ”Jika-Maka”, ”jika” mewakili variabel lingkungan, sedang ”maka” mewakili variabel manajemen. Fred Luthans adalah tokoh pendekatan ini yang pada tahun 1976 dalam bukunya ”Introduction to Management : A Contingency Approach” mengilustrasikan hubungan pemikiran antara berbagai pendekatan manajemen yang berkembang sejak tahun 1950, seperti tampak pada gambar di atas. 

Seluruh aliran, pendekatan dan pemikiran Manajemen yang telah dibahas di atas, memberikan sumbangan yang sangat besar pada perkembangan manajemen masa kini. Oleh karenanya membahas manajemen – baik secara ilmiah maupun secara praktis – termasuk dalam buku ini, akan memanfaatkan seluruh sumbangan pemikiran/aliran tersebut meski dengan bobot yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh manfaat praktis yang diberikan oleh semua pendekatan dalam ilmu manajemen bagi organisasi : sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Research, Riset atau Penelitian?

DEFINISI DAN KONSEP PEMBANGUNAN LEMBAGA

DEFINISI DAN PENGERTIAN MANAJEMEN